DIPERSILAHKAN MENYEBARKAN ARTIKEL BLOG DENGAN MENYERTAKAN LINK SUMBERNYA

Kamis, 10 September 2015

Inilah Yasin Al-'Adeni (1)

BAHKAN DIA MENGHAJR KAKAKNYA SENDIRI YANG JAUH LEBIH BAIK DARINYA


Abu Usamah Adam bin Sholih bin Ubaid Al-Bajani


: الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين ثم أما بعد

Sesungguhnya termasuk tanda dari tanda-tanda benarnya kenabian kerasulan Muhammad shalallahu alaihi wa sallam adalah pengkhabaran beliau akan sesuatu yang kelak terjadi di masa yang akan datang, dari sekian banyaknya khabar yang beliau sampaikan dan kemudian terjadi di masa setelah beliau adalah khabar tentang tanda-tanda dekatnya hari kiamat, diantara sekian tanda itu ialah dirujuknya ilmu dari kalangan orang-orang cilik dan dibenarkannya para pendusta serta didustakannya orang-orang jujur.

Fenomena yang belakangan ini merebak terkhusus di dunia dakwah persalafian di Indonesia adalah  munculnya orang-orang yang menyangka serta mengaku-aku sebagai kelompok yang senantiasa rujuk kepada ulama kibar namun dalam prakteknya mereka sejatinya hanyalah merujuk kepada orang-orang kelas dua yang dalam istilah Asy-Syaikh Al-'Allamah Ubaid Al-Jabiri hafidzahullah populer dengan istilah syuyukhul faja'ah/ para syaikh karbitan.

Pada kesempatan ini saya akan berbicara sedikit tentang biografi singkat seorang Yasin Al-Adeni hadahullah.

Dia adalah Abul Abbas Yasin Al-Adeni merupakan salah satu mantan pengajar di darul hadits Al-Fiyusy, sebelum pada sekitar pertengahan/ akhir tahun 2011 untuk pertama kalinya seorang Yasin dipanggil dengan sebutan "syaikh" dan orang yang pertama kali menggelarinya dengan sebutan tersebut adalah syaikh kami Al-'Allamah Al-Faqih Abdurrahman Al-Adeni hafidzahullah dalam rangka memberi semangat kepada Yasin dalam berdakwah, sejak saat itu banyak yang berubah pada diri seorang syaikh kecil Yasin terutama dari sisi pencitraan diri, Yasin mulai sedikit menjaga image kepada para thulab, kebiasaan nongkrong sore hari dengan teh susu di warung Jawwad selepas mengajar tak pernah terlihat lagi, tak ada lagi sikap tawadhu' jika ada thulab yang mencoba bertanya kepadanya Yasin melayaninya sambil terus berjalan cepat terburu-buru seakan-akan dia sangat menjaga waktunya.

Suatu hari dalam sebuah pelajaran umum membahas kitab matan al-baiquniyyah, syaikh kami menguji para thulab untuk menyetorkan hafalan matan yang dipelajari, termasuk dari yang ditunjuk kala itu adalah Yasin, maka Yasin pun tak bisa menjawabnya dan berkata "insyaallah di kesempatan yang lain", ironisnya seorang bocah berusia 2,5 tahun dengan lancar membaca matan  tersebut secara hafalan.

Suatu waktu dalam kesempatan yang lain pada pelajaran aqidah at-thohawiah saya sengaja mengangkat pertanyaan kepada Yasin melalui secarik kertas tentang sosok Ali Hasan Al-Halabi dengan tujuan agar dia menjelaskan penyimpangan Al-Halabi, hal itu saya lakukan karena di dalam majelis terdapat sekitar dua orang thulab Indonesia yang masih berkerabat dengan Abdul Hakam At-Tamimi Al-Kadzub yang didatangkan olehnya demi beberapa lembar $dolar$ dari salah satu pondok sururi terbesar di Indonesia yang begitu gandrung dalam mengidolai sosok Ali Al-Halabi dan membelanya, namun jawaban seorang Yasin begitu dingin dengan mengatakan "ALI AL-HALABI MAJRUH DI SISI PARA ULAMA", begitu pula pada kesempatan yang lain seusai pelajaran aqidah thohawiyyah saya berjalan pulang dengannya bersama-sama, di sela perjalanan saya mencoba menanyakan tentang beberapa maqolat/ pernyataan doktor Ibrahim Ar-Ruhaili yang dikritik oleh para ulama terkait permasalah ru'yatullah namun Yasin memberikan jawaban yang mengambang tak jelas.

Diantara seluruh thulab Indonesia di markiz Al-Fiyusy bisa dibilang saya termasuk yang paling dekat dengannya karena rumah kami yang berhadapan, kami bertetangga kurang lebih selama 1,5 tahun, muamalah antara saya dan Yasin lebih mirip kepada muamalah antar tetangga dibanding muamalah antara seorang guru dan murid, sementara para ikhwah memanggilnya dengan sebutan syaikh saya hanya memanggilnya dengan kunyah, hampir tiap malam selepas isya' di musim panas Yasin dan teman-temannya sering nongkrong di depan rumahnya duduk-duduk di atas gundukan pasir sisa-sisa bangunan, mereka berkumpul-kumpul serta berbincang-bincang hingga larut malam, tak jarang terbahak, itulah sepenggal kisah tentang biografi seorang Yasin Al-Adeni hadahullah sosok yang dielu-elukan secara mendadak sebagai rujukan umat dalam fitnah yang sedang terjadi ini.

Kedengkian serta sakit hati yang akut seorang Yasin kepada syaikhnya Al-'Allamah Al-Faqih Abdurrahman Al-Adeni hafidzahullah tampak sangat nyata dalam seluruh tulisan-tulisannya yang begitu tidak berbobot, suatu hal yang kontras apabila kita melihat hasil-hasil karyanya dalam pentahqiqan sebuah kitab, dendam kesumat dia serta sakit hati yang mengakar termuntahkan dalam tulisan-tulisan dia yang begitu tampak mengarah kepada permusuhan yang fajir. Suatu yang justru tidak pernah sedikitpun dia lakukan terhadap Al-Hajurri di masa fitnahnya.

Kesombongan dan sikap lancang serta kurang ajar seorang Yasin Al-Adeni dikalangan teman-teman sejawatnya maupun kerabatnya merupakan sesuatu yang bukan rahasia lagi,  bahkan dia menghajr kakaknya sendiri yang jauh lebih baik darinya. Yasin pun jarang sekali mengunjungi orangtuanya, bagaimana tidak sedangkan terhadap Allah dan rasul-Nya saja seorang Yasin begitu berani melampaui batas, sesuatu yang membuat dada sesak tatkala mendapati Yasin seorang pengajar dalam bidang aqidah dan manhaj namun lisannya begitu keji terhadap hak Allah serta kehormatan seorang nabi.

bersambung… insyaAllah


Thullabul Ilmi Yaman